Antara
benci dan rindu. Yang semakin piawai berpadu untuk sekedar mengetuk relung. . Entah para remaja menganggapnya sebagai
salah satu bentuk sosialisasi agar bisa
disebut kekinian atau apapum. Sebuah kosakata yang kiranya dianggap remeh
dan rentan terjadi, sekedar memberikan celah pada orang lain untuk ikut
mengomentari kisah hidupnya. Bagiku sendiri, 'move-on' itu seperti tidak mempunyai
arti.
Kodrat hati yang kita miliki tentu ingin seperti makhluk hidup yang lain, Hidup berpasang-pasang sebagai bentuk dari mensyukuri nikmat Tuhan, tentu aku
juga sama seperti kalian. Sama-sama mencari pasangan hidup, atau lebih tepatnya
kusebut ‘calon’ karena usia dan beberapa hal teknis yang saat ini masih menjadi
batu loncatan untukku. Sedari awal memupuk kasih sayang dengan diawali sebuah
pertemuan yang silih berlanjut bila kita temukan kenyamanan. Mengisi pertemuan
dengan canda tawa,keseriusan ataupun ketersingungan dalam setiap kata yang
terucap. Lalu berpisah setelah kiranya telah tidak 'sejalan' baik pemikiran maupun perilaku. Dan menurutku, itu semua adalah ke-normalan.
Kekosongan yang terjadi setelah itu menyisipkan ruang untuk orang sekitar memberikan komentar pada kita (tentunya dengan syarat bahwa orang itu mengetahui sedikit banyaknya tentang kisah hidup kita). Bila kita tak cepat menemukan pengganti, Kita akan mendapat julukan 'gagal move-on'. Boleh aku bertanya pada kalian? (tentunya boleh bila kalian izinkan)
'apakah sifat/sikap terburu-buru dalam melakukan sesuatu adalah sesuatu yang Tuhan ajarkan pada makhluk-Nya? atau memang manusia, yang seringkali menyukai dirinya untuk melakukan sesuatu dengan terburu-buru?'
Aku menyikapi paradigma yang ada dengan seadanya. 'Gagal move-on' atau 'Telat move-on' tidak terlalu berarti dalam hidupku. Aku sendiri memiliki beberapa definisi yang menurutku masuk akal tentang 'move-on' walau tentunya seringkali bertentangan dengan kalian. Salah satunya adalah pertanyaan, yaitu apa untung dan apa ruginya bila seseorang berhadapan dengan kata 'move on'?
Diriku pribadi menganggap bahwa 'berpindah-hati-dengan-cepat' sebagaimana definisi dari move on tersebut adalah hal semu. Karena buatku, 'move-on' itu ibarat oase di padang pasir yang sering kali kita lihat di
televisi atau berita manapun. Ada tapi seperti tiada, menyegarkan tetapi
seperti mustahil untuk diraih. Lantas kusamakan kehidupanku dengan ‘peng-ibaratan’di
atas.
Menjalani
kisah cinta memang penuh makna. Entah itu sakit, menyenangkan, atau hal lain
yang mungkin belum pernah kurasakan. Seseorang yang tadinya berjanji
mengikrarkan, walau belum saatnya untuk tampil dihadapan penghulu ataupun pihak
orang tua. Seseorang yang berani mengatakan bahwa ‘aku butuh kamu’ dan ‘kamu
segalanya untukku’, cukup menjadi sebuah fondasi dimana sebentuk hubungan telah
terjalin. Walau pada perjalanannya setiap orang tidak selalu memiliki akhir
yang sama,tentu hanya akan ada 2 jalur yang kita temui. Berpisah atau selalu
bersama hingga akhir.
Anggaplah
hidup ini tak sekeren buku-buku ternama yang memuat tulisan ‘best seller’ pada
cover-nya, atau anggaplah hidup tak se-epic film-film romansa yang kian
menjamur di belantika perfilm-an Indonesia. Jika memang ditakdirkan berpisah? Kita
bisa apa?
Hidup
menjadi berharga karna ada beberapa hal yang tentunya mengalir tanpa kita
paksakan. Salah satunya mungkin saat kita kehilangan orang yang sangat kita
inginkan untuk bersama. Sebuah hubungan yang kandas, sebuah janji yang
teringkari, mungkin salah satu bentuk takdir yang bakal kita temui. Dan pada
titik tersebut, kita ‘disuruh’ untuk memilih. Menemukan sebuah hati yang
baru,atau tak bergerak dari titik dimana kita bersimpuh mengenang masa lalu.
Kupilihlah
yang pertama, lalu aku menemukan sebuah hati yang baru. Mengulang segala
sesuatunya dari awal. Kembali membuat pertemuan dan menemukan arah pembicaraan
yang berbeda dari sebelumnya. Mencari kenyamanan dari seseorang yang benar-benar
asing dalam hidup. Seseorang yang benar-benar tidak aku kenal, Dari awal. Terlepas
dari semua kejadian, jika aku menjalin asmara dengan orang tersebut, apakah itu
adalah ‘move-on’ yang seringkali kalian katakan? Lalu aku menjalani hari-hari
bersamanya. Pada prosesnya baik aku ataupun dia ‘bertemu’ atau ‘teringat’ akan
seseorang yang pernah kami sayangi di hari lalu. Ingatan seseorang tentu tidak
akan pudar semudah kita mengucapkan ‘move-on’ bukan? Lantas jika hal ini
terjadi, apakah seseorang dengan pasangan barunya tersebut tidak dapat
dikatakan telah ‘move on’? padahal mereka telah menemukan hati yang baru?
Bersambung.....