• Formulir Kontak

     

    Sepasang Tali Sepatu



    Setahun yang lalu gue udah menginjak usia 20tahun. Masyarakat meng-anekdotkan nya sebagai ‘berkepala dua’. Hal pertama yang gue takuti saat berusia 20 adalah nanti diakhir usia ke 19 gue, kepala gue akan bercabang dan membelah diri menjadi dua sehingga kepala gue menjadi dua bagian. Untunglah itu semua hanya sebuah anekdot dan enggak terjadi saat gue menginjak usia yang kedua puluh.

    Selama lebih dari 20 tahun ini, gue udah sering melihat orang pacaran yang berantem. Berantemnya pun ada berapa jenis. Ada yang adu mulut, ada yang saling berdiaman , ada yang merengek-rengek , bahkan ada pula yang tonjok-tonjokan ( cemen banget ).

    Pada setiap kejadian itu pula, gue seringkali didatangi temen-temen  yang ingin berbagi untuk sekedar konsultasi ( kayak gue dokter spesialis kelamin aja). Satu hal yang perlu mereka tahu,konsultasi sama gue itu ibarat air didaun keladi. Mengapa demikian? Walaupun terbenam tetapi tak meninggalkan bekas (oke, ini bukan masalah. Gue hanya suka lagu lawas melayu) .

    Namun diatas itu semua, gue berusaha belajar dari kisah hidup orang lain yang mungkin saja nanti akan terjadi dalam hidup gue. Jika sebelumnya gue pernah menulis cerita salah satu temen gue yang bernama baim, pada tulisan kali ini gue akan menceritakan salah satu temen gue yang lain.

    Namanya Muhammad  Tesar Apliyansah. Panggilannya acong, ahok, atau kadang-kadang ming-ming. Gue memanggilnya teang, bukan karena marganya tang. Tapi karena dari kecil hingga sekarang dia emang suka ngigitin kutang. Mukanya sendiri didominasi muka orang chinese. dia berasal dari keturunan yang kulitnya putih-putih dan bermata sipit. Gue juga pernah denger kalau nenek moyangnya dulu pernah jadi tentara di china, ikut gotong royong bikin tembok besar.

    Sebagaimana bujangan yang sedang menimba ilmu pada umumnya, teang juga memiliki pacar yang ingin se-segera mungkin ia jadikan istri saat ia telah memiliki pekerjaan kelak. Pacarnya sendiri merupakan teman satu kampus dan satu kelas gue. Namanya nova astriani. Panggilannya angel, kadang mak ripah. Jangan tanyakan mengapa dia dipangggil seperti itu karena dunia emang sempit. yang nyomblangin mereka sampai bisa pacaran adalah  gue. Gue emang berbakat menjadi makcomblang, tapi enggak terlalu berbakat untuk membantu percintaan gue sendiri.

    Dalam perjalanan percintaan mereka,mau tak mau gue pun jadi ikut serta atas apapun yang terjadi. Secara gue adalah temen sekelas nova dan teang sendiri adalah sahabat gue yang biasa kumpul sama gue, dan juga baim. Dikelas, nova sering banget kelihatan kesel atau yang gimana-gimana saat mereka sedang berantem. Dari yang levelnya kelas 1 sampai level maichi super pedes. Untuk beberapa kejadian, perselisihan hanyalah sekedar pertengkaran kecil. Akan tetapi, kali terjadi sesuatu yang agak berbeda dari biasanya.

    15 juni 2014

    Siang itu gue habis panas-panasan ngitungin suara wakil rakyat yang beberapa hari yang lalu melangsungkan pesta demokrasi akbar. Mereka yang nyalon, gue yang guting rambut. Inilah suka duka pegawai kecamatan versi serabutan kayak gue. Kalo bukan karena niat ngebantu ortu gue buat nyari dana untuk gue KKL ke malaysia dan singapura, mungkin gue engggak akan berada dibawah tenda panas yang ada disalah satu kantor lurah yang ada dikota palembang ini.

    Saat itu jam menunjukkan pukul setengah 2. saat itu sedang jam makan siang, gue yang enggak ada kerjaan setelah sholat dan makan memutuskan untuk meminjam komputer yang ada kantor lurah untuk sekedar memposting sesuatu di blog gue. Sedang asyiknya nge-blog tiba-tiba hape gue berdering dan pas lihat display-nya, ada panggilan masuk dari teang.

    “halo bro , ada apa?” jawab gue
    “halo sat, lagi dimana lu?”
    “gue masih dikantor lurah bro, mungkin sore nanti baru pulang. Ada apa?”
    “enggak apa-apa. Sore nanti kita ketemuan ya. Ada yang mau dibicarain”
    “oke bro, sipdeh” gue menutup telepon

    Setelah sekian lama proses perhitungan yang sedang berlangsung dikantor lurah tersebut, waktu udah menunjukkan pukul 5 sore dan gue langsung bergegas untuk pergi kerumah teang. Sesampainya disana, dia belum pulang dari kampus dan gue menunggu dikamarnya. Tak berapa lama dia pulang.


    “aku putus sama nova sat” ujarnya pelan
    “apaaaa? Putus?” reaksi gue lebih mirip orang yang mau melahirkan daripada ekspresi orang yang terkejut.
    “iya putus. Aku capek sat. Dia itu egois dan enggak mau ngalah. Udah egois gitu akunya malah dicuekin dan sampe sekarang dia enggak ngomong apapun,aku kan paling enggak bisa yang namanya dicuekin”
    “lu fokus dulu bro, lu fokus dan tenangin diri lo dulu. Kalian ada masalah apa emang tadi siang sampe lu pusing dan ngomong ngelantur kayak gini?”
    “udahlah sat, dia itu mau menang sendiri. Tadi hape aku dipinjem sama temen kampus, terus tiba-tiba ada foto mantanku dihape, dan disaat aku enggak tahu apa-apa, dia marah-marah sama aku pas lihat foto mantan aku dihape itu. Pas aku jelasin bener-bener, dia enggak mau terima. Pusing aku sat”

    saat itu gue pengen banget nge-gorok si Nova. Masa hanya karena hal sepele seperti itu si teang jadi kayak gini.
     
    “yaudah ang, terus lo mau gimana setelah ini?”
    “kalo nova nyari aku, dan dia minta maaf, urusan selesai. Tapi kalo dia enggak ada kabar apapun dan tetep kayak gini, itu artinya putus dan gue enggak akan pernah mau ketemu lagi sama cewek egois kayak gitu.”

    Kayaknya masalah ini lebih berat daripada yang gue fikirin. Gue sadar jika saat itu gue terus-menerus membahas hal ini, emosi teang enggak akan bisa stabil dan dia pasti akan tetap panas kayak seperti sekarang ini. Lalu gue memikirkan hal apa yang bisa gue ceritain buat menenangkan dia.

    “ang, gue pengen minta pendapat lu. Ini soal buku gue”
    “ada apa emang buku lu sat?”
    “yok kita kekamar lu dulu, laptop gue dikamar lu.”
    “yok”
    “ang, ini salah satu cerita yang bakal gue jadiin bab dibuku gue entar. Mungkin jumlah halamannya paling sedikit. Menurut lo, bakal dapet berapa halaman novel jika tulisan ukuran kayak gini dijadiin halaman novel?”
    “hmmmm” dia bergumam
    “mungkin sebaiknya lu tambahin sedikit lagi tulisannya sat, space nya udah 1,5 belum?”

    Gue manggut-manggut sok ngerti. Sebenarnya saat itu gue udah tau apa yang harus gue lakukan terhadap buku gue itu, tapi ini hanyalah sarana untuk merilekskan pikiran dia semata.

    “ok-ok bro trims banget” lanjut gue
    “eh, buku gue bakal dapet isbn dari penerbit loh. Hal ini baru gue tahu kemarin malam dan itu juga hasil dari konsultasi gue sama nyokap bokap gue. Alhamdulillah semuanya acc. Jadi tinggal nyelesain buku ini dan gue kirim naskahnya, enggak lama lagi buku gue bakal terbit”
    “wah keren tuh sat, lu buat cerita apa aja emang?”
    “gue buat cerita fiksi yang bertemakan persahabatan dan cinta. Karena lu tahu sendirilah, kalo enggak sama sahabat, kita pasti sama pacar ataupun sebaliknya bukan? Ya kira-kira seperti itu.”
    “lu ceritain tentang pengalaman lu gitu sat?”
    “bukan Cuma gue. Semua udah gue tulis. Tentang gue, keluarga gue, sahabat gue, ehapa cerita lu mau gue tulis juga buat jadi salah satu bab dibuku itu?” tanya gue

    Ekspresi teang tiba-tiba berubah menjadi penuh senyum. Senang karena menurut dia,dia bakalan ikut terkenal kalau nama dia dan pacarnya tiba-tiba masuk ke buku gue, Gratis pula. padahal dia enggak mengira kalau nanti orang-orang akan tahu dia setelah bertemu dijalan sehabis membaca buku gue, daripada dibilang terkenal ,mungkin dia lebih menjurus dihina-hina saat itu.

    “oke gue bakal tulis cerita lu ang, tapi satu hal yang harus lu janjiin”
    “apa sat? Emang aku harus apa?”
    “selesaikan masalah lu yang saat ini sedang menggantung, lu enggak malu sama jemuran? Kejar pacar lu yang mungkin saat ini lagi nangis karena tingkah lu siang tadi . Minta maaf dan kasih penjelasan yang menurut lu masuk akal. Bukan demi masuk ke buku gue, tapi itu semua demi cinta lu ke dia”

    Masih terlihat tampang enggak rela dari wajah teang, dan saat itu gue berusaha meyakinkan dia kembali.

    “lu baca deh cerita tentang baim disalah satu folder ini. Setelah itu, lu putuskan sendiri mau ngapain.”
    Selesai membaca, tiba-tiba dia ngajakin gue maen PS dan gue tentu seneng banget walaupun kayaknya itu melenceng dari yang gue fikirkan. Tiba-tiba ponsel Samsung S3 teang berdering

    “sayang , temenin aku makan dong.. laper nih”
    Ada sms dari nova
    Teang seketika bingung dan bertanya sama gue
    “aku harus gimana nih sat? Nova sms aku nih, ngajakin makan. Aku mau maen ps sama elu.”
    Lalu gue tepuk pundak dia, “pergilah sekarang bro. Tuntaskan apa yang mesti dituntaskan, gue tunggu jam setengah 8 malem. Baru kita maen PS. Oke?”

    Teang tersenyum dan bergegas ganti baju

    “tunggu aku sat”
    “iya sip”

    Sore itu gue duduk di balkon rumah teang. Sembari menunggu magrib, gue menghabiskan beberapa batang rokok yang ditemani segelas sirup segar. Gue lihat hape saat itu, ada line dari pacar gue, gue ketawa cekikikan sendiri.

    Teang adalah tipe cowok yang menurut gue pragmatis. Mengapa demikian? Setiap dia pacaran, intensitas bertemu dengan pacar adalah sesuatu yang paling dinomor satukan. Kadang-kadang, kami sebagai sahabatnya juga sering banget ditinggalin kalau lagi kumpul-kumpul. Persis kayak gue siang ini, yang dia tinggalin buat nemuin nova. untuk yang satu ini, gue bukan ditinggalin. tapi karena gue peduli dan sayang sama teang, mungkin sebagai seorang sahabat hanya itu hal yang dapat gue lakukan untuk saat ini.

    Dengan gaya pacaran yang mengharuskan mereka bertemu tiap hari  bukan tak mungkin tidak ada resiko yang hadir untuk merusak hubungan mereka. Justru risiko itu semakin mudah datang karena apapun hal yang kiranya dirasa aneh, enggak masuk akal, bakalan ngebuat hati salah satu pasangan akan kecewa. Seperti foto tadi. Teang yang enggak tahu mengapa foto salah satu mantannya tiba-tiba ada dihape dia, berhasil membuat nova menangis dan melukai hati nova yang saat itu benar-benar sangat rapuh.

    Lalu gue melihat hubungan gue sendiri. Menyimak beberapa perbedaan mendasar antara gue dan teang serta antara pacar gue dan nova. Gue sendiri adalah orang yang enggak terlalu pragmatis dan menginginkan untuk bertemu setiap saat dengan pacar. Gue lebih suka komunikasi yang sifatnya santai dan bertemu seminggu paling enggak hanya 2 kali, demi kenyamanan dan ke-stablitas bersama. Karena gue sadar, selain waktu bersama pacar, gue juga punya hidup bersama keluarga, sahabat, serta kegiatan-kegiatan studi gue dan gue rasa itu semua udah adil buat kita semua.

    Hari semakin senja dan terdengar suara motor supra x memasuki pekarangan rumah teang.
     “dia udah pulang”

    Sepulang dari sana, tampak perbedaan kontras pada sinar muka teang. Dia jadi lebih rileks dan lebih santai daripada beberapa jam yang lalu. Sepertinya masalah mereka udah selesai tanpa harus mengucapkan kata berpisah. Gue suka banget sama keadaan yang seperti itu. Ya, gue suka sama orang-orang yang berusaha. Enggak semudah itu mengucapkan kata berpisah karena akan merugikan diri sendiri di kemudian hari.

    Balik lagi ke keadaan kita pacaran. Kita udah buat keputusan untuk memilih bagaimana jalan cerita cinta kita. Seperti teang yang memutuskan untuk bertemu setiap hari, dan seperti gue yang hanya beberapa hari dalam satu bulan, semuanya punya konsekuensi dan risiko yang menurut gue sama besarnya. Namun yang paling penting, tinggal bagaimana cara kita menyikapi dan mempertahankan cara yang kita ambil itu , dan bangga akan pilihan yang telah kita buat.

    Akhirnya kita sama-sama ngerti apa yang dibutuhin sama orang-orang yang katanya lagi pacaran. Kita sama-sama membutuhkan yang namanya pengertian, dan kesabaran. Jika udah memiliki kedua unsur tersebut, gue jamin enggak akan ada lagi pasangan yang egonya tinggi dan suatu hubungan tak akan berakhir semudah kita melepas ikatan tali sepatu.

    Sepasang tali sepatu. selama ini kita membutuhkan tali sepatu untuk merekatkan sepatu yang kita pakai. Tanpa kita sadari, bahwa pola tali sepatu yang melingkar yang kesannya rumit dan ribet itu, mirip dengan kita dan pasangan yang pada prosesnya saling mengisi satu sama lain. Pasti kita akan memilih untuk menjadi tali sepatu, jika dibandingkan kita menjadi sepasang sepatu yang selalu bersama tapi tak pernah bisa bersatu. Seperti lagu yang dinyanyikan oleh ‘Tulus’.

    Beberapa hari dari hari itu..

    Kami bertiga duduk bersama disalah satu cafe terbuka yang ada dikota palembang. Sembari bercanda dan menghiasi hari penuh tawa,kami memesan beberapa makanan spicy dan minuman dingin. Sembari makan dan melihat mereka bersama, gue memandang mereka lekat-lekat. Pancaran wajah mereka berdua mengajarkan gue suatu hal. saat kita sedang berbahagia, enggak perlu mengucapkan kata manis yang nantinya hanya berujung kepahitan. Serta, jangan berbicara sesuatu yang sifatnya merusak hubungan, hanya ketika kita sedang terjebak dalam sebuah pertengkaran sederhana.

    “We can make it or broke it , right?”

    Total comment

    Author

    Unknown

    0   komentar

    Cancel Reply